Sabtu, 04 November 2017

ETHICAL GOVERNANCE

Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Definisi Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager dkk.,  2003). Corporate Governance adalah “refers to a group of people getting together as one united body with the task and responsibility to direct, control and role with authority. On a collective effort this body empowered to regulate, determine, restrain, urban exercise the authority given it” (Josep, 2002).

Pemahaman Good Corporate Governance (GCG) tidak bisa dikesampingkan dari shareholding theory. Shareholding theory mengatakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimumkan kesejahteraan pemilik/pemegang saham sebagai akibat dari investasi yang dilakukannya.

Adapun definisi Good Corporate Governance dari Cadbury Committeee yang berdasar pada teori stakeholder adalah sebagai berikut:

A set of rule that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities”.

(seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka). 



            Atas pendapat di atas kita dapat menarik satu pengertian dari Good Corporate Governance (GCG). Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu bentuk keputusan dengan memposisikan perusahaan secara jauh lebih tertata dan terstruktur, dengan mekanisme pekerjaan yang bersifat mematuhi aturan-aturan bisnis yang telah digariskan serta siap menerima sangsi jika aturan-aturan tersebut dilanggar. 


Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Perusahaan
            Corporate Governance adalah suatu konsep yang memiliki idealisme untuk mewujudkan tujuan-tujuan pemegang saham. Para pemegang saham menginginkan keuntungan yang maksimal dalam setiap investasi yang dilakukan. Namun dalam berbagai kasus yang terjadi kadangkala pihak manajemen perusahaan sering tidak mampu memenuhi keinginan yang ditargetkan oleh para pemegang saham secara baik.

            Pada gambar dapat kita lihat bahwa komisaris memiliki kedudukan tertinggi di suatu organisasi, atau dengan kata lain komisaris perusahaan adalah pemilik perusahaan. Dan direktur utama serta para direktur di bawahnya adalah manajemen perusahaan yaitu mereka yang menjalankan perusahaan artinya para manajemen perusahaan bekerja untuk memberikan keuntungan yang maksimal kepada para komisaris atau para pemegang saham.

            Dan lebih jauh komisaris perusahaan memiliki hak untuk memecat atau menggantikan direksi dan beberapa posisi penting lainnya di perusahaan tersebut, dengan catatan jika pihak direksi tidak mampu melaksanakan kinerja sesuai dengan rencana-rencana yang ditetapkan oleh pihak komisaris perusahaan. Kondisi seperti ini sering menimbulkan konflik, yaitu konflik antara manajemen dan komisaris.

            Salah satu konflik yang memungkinkan untuk terjadi adalah jika komisaris perusahaan menginginkan agar pihak manajemen melaksanakan suatu project dimana pihak manajemen perusahaan menganggap bahwa rencana project tersebut adalah tidak realistis dengan kondisi dan situasi internal perusahaan. Karena pada prinsipnya yang paling mengetahui kondisi internal suatu perusahaan adalah pihak manajemen mulai dari kondisi personalia, keuangan, pemasaran, dan produksi serta berbagai faktor eksternal lainnya. Konflik antara komisaris dan pihak manajemen dikenal dengan agency theory.


Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance (GCG)
            Pada saat ini salah satu aturan yang terjelaskan secara tegas bahwa suatu perusahaan yang ingin atau berkeinginan untuk go public adalah perusahaan tersebut harus memiliki konsep serta mengaplikasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Penegasan ini menjadi jelas pada saat melihat bagaimana beberapa perusahaan sebelumnya yang dianggap bermasalah di pasar modal (capital market) karena kinerja perusahaan rendah atau bermasalah. Dan salah satu faktor penyebab rendahnya kinerja tersebut disebabkan tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG secara tegas.

            Ada beberapa alasan yang mengharuskan perusahaan-perusahaan menerima konsep Good Corporate Governance (GCG) untuk diterapkan, yaitu: 


            Pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia untuk selanjutnya disebut Pedoman GCG merupakan aturan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka:

1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
2.   Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3.  Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4.  Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5.      Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6.     Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

Tabel 1.3: Skor Peringkat Good Governance di Asia
Negara
Skor
Singapura
2,00
Hongkong
3,59
Jepang
4,00
Philipina
5,00
Taiwan
6,10
Malaysia
6,20
Thailand
6,67
Cina
8,22
Indonesia
8,29
Korea Selatan
8,83
Vietnam
8,89
Keterangan: Makin Tinggi Skor, makin buruk Good Governance
                  Sumber: Media Akuntansi, No. 17/TH.VII/April-Mei 2001.


Good Corporate Governance dalam Konteks Bisnis Masa Depan
            Keinginan mereka menerapkan GCG adalah bentuk dari usaha mereka menghargai tata konsep bisnis modern. Karena bisnis tidak lagi bisa dijalankan secara konvensional seperti dahulu, yaitu pemilik memiliki kekuasaan yang begitu tinggi dan dengan mudah memerintah serta memecat setiap agent yang dianggap tidak bisa bekerja dengan baik. Sifat arogansi ini secara nilai-nilai etika bisnis menjadi salah, karena keputusan yang arogan dianggap tidak mengedepankan etika bisnis namun lebih mengedepankan keinginan untuk meraih keuntungan semata atau profit. Padahal profit dalam bisnis bukan satu-satunya tujuan, ada tujuan lain yaitu keinginan untuk memberikan karya bagi pembangunan bangsa.


Permasalahan yang Timbul dalam Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
            Ada beberapa permasalahan umum yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG), yaitu:

1. Pemahaman tentang konsep Good Corporate Governance (GCG) pada beberapa manajer di Indonesia masih kurang.
2. Sebagian pihak menganggap konsep Good Corporate Governance (GCG) dianggap sebagai penghambat berbagai keputusan perusahaan, karena perusahaan tidak lagi bisa leluasa dalam mengambil keputusan khususnya harus patuh pada aturan GCG.
3. Aparat penegak hukum harus dibekali konsep pemahaman Good Corporate Governance (GCG) secara luas termasuk adanya jurnal dan buku teks yang menjelaskan secara khusus tentang GCG dalam konteks prespektif Indonesia.
4. Menurut Herwidayatmo (2000), praktik-praktik di Indonesia yang bertentangan dengan konsep GCG dapat dikelompokkan menjadi:

a.Adanya konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu yang memungkinkan terjadinya hubungan afiliasi antara pemilik, pengawas, dan direktur perusahaan,
b. Tidak efektifnya dewan komisaris, dan,
c. Lemahnya law enforcement.






Referensi:

Sigit P, Tri Hendro. 2012. Etika Bisnis Modern. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Yogyakarta : UPP STIM YKPN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar