PRASYARAT
PROFESIONALISME
Profesi adalah kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan
keguatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi
kebutuhan yang rumit dari manusia, yang hanya dapat dicapai melalui penguasaan
pengetahuan yang berhubungan dengan sifat manusia, kecenderungan sejarah dan
lingkungan hidupnya, serta diikat dengan suatu disiplin etika yang dikembangkan
dan diterapkan oleh para pelaku profesi tersebut. Untuk menjadikan seseorang
sebagai profesional dalam pekerjaannya, seseorang membutuhkan beberapa
prasyarat berikut :
1.
Telah
melaksanakan pelatihan ekstensif sebelum memasuki profesi.
2.
Terampil
dan terlatih.
3.
Memiliki
komponen intelektual yang signifikan.
4.
Bersertifikat
atau berlisensi.
5.
Terikat
dalam suatu organisasi.
6.
Bertindak
otonom.
KODE
ETIK PROFESI
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional
tertulis yang secara tegas menyatakan hal-hal yang benar dan baik serta hal-hal
yang dirumuskan atau ditetapkan secara resmi oleh sebuah asosiasi, organisasi
profesi, atau suatu lembaga/entitas tertentu.
Penyusunan kode etik formal, dalam struktur suatu organisasi
profesi , dilakukan oleh Komite Etika, yaitu entitas yang mengembangkan
kebijakan, mengevaluasi tindakan, meneliti, dan menghukum berbagai pelanggaran
etika. Dalam pelaksanaannya, organisasi menunjuk seseorang atau entitas
tertentu untuk menjadi Pejabat Etika, yaitu pihak yang mengkoordinasikan
kebijakan, memberikan pendidikan, dan menyelidiki tudahan pelanggaran etika. Pelanggaran
kode etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu
berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat
Kode Etik Kedokteran, yang apabila seorang dokter dianggap melanggar kode etik
tersebut maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia
dan bukan oleh pengadilan.
Kode etik memaksa tenaga profesional untuk memberikan jasa
sabaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik profesi dapat
melindungi perbuatan yang tidak profesional. Ketaatan tenaga profesional
terhadap kode etik profesi merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dalam
pikiran, jiwa, dan perilaku tenaga progesional. Sifat dan orientasi kode etik
adalah singkat, sederhana, jelas dan konsisten, masuk akal, dapat diterima,
praktis dan dapat dilaksanakan, komprehensif dan lengkap, serta bersifat
positif dalam penyusunannya.
Kode etik ini disusun dan ditujukan untuk rekan sejawat, profesi,
badan, nasabah atau klien, negara, dan masyarakat. Sebagai contoh, profesi
ilmuwan informasi seperti pustakawan yang berhubungan dengan penyimpanan,
pengaturan, atau pengolahan dokumen-dokumen penting perlu diatur melalui kode
etik tersendiri agar para pemakai informasi tidak dirugikan dari kesalahan
pencatatan, atau manipulasi informasi. Pada strategi etika berikut, ditampilkan
contoh penetapan kode etik ilmuwan informasi di AS.
Strategi Etika 9.1 : Contoh
Penetapan Kode Etik Untuk Ilmuwan Informasi
|
Pada tahun
1895 muncul untuk ppertama kalinya istilah dokumentasi, sedangkan orang yang
bergerak dalam bidang dokumentasi menyebut diri mereka sebagai dokumentalis.
Di AS, istilah dokumentasi diganti menjadi ilmu informasi sehingga ada
perubahan nama pada badan yang bergerak dalam bidang dokumentasi. Dahulu
organisasi dokumentasi di AS bernama American Documentation Institute yang
kemudian diganti menjadi American Society for Information (ASIS). Sebagai
sebuah organisasi profesi ASIS berupaya menyusun kode etik untuk ilmuwan
informasi (information scientists).
Kode etik ASIS
tumbuh dari pembahasan etika yang dimulai di Inggris. B.J. Kostrewski dan
Charles Oppenheim menunjukkan bahwa ilmuwan informasi memerlukan kode etik,
yang kemudian dibahas oleh ASIS melalui ASIS Public Affairs Committee (ASIS
PAC). PAC menyusun rencana kode etika untuk masyarakat. Tugas PAC kemudian
diteruskan oleh ASIS Professionalism Committee yang menyusun rancangan ASIS
Code Of Ethics for Information Professionals. Kode etik yang dihasilkan
terdiri dari pembukaan dan lima kategori pertanggungan jawab etika,
masing-masing pada pribadi, masyarakat, sponsor, nasabah atau atasan dan pada
profesi.
Sumber : www.asis.org
|
Tuntutan profesionalisme berhubungan dengan suatu kode etik untuk
masing-masing profesi. Kode etik tersebut menjabarkan beberapa prinsip etika
tertentu yang berlaku untuk suatu profesi, yang bersifat sangat minimal. Secara
umum kode etik mengarahkan para pelaku profesi untuk memiliki karakter dasar
profesional berikut :
1.
Bertanggungjawab.
2.
Bersikap
adil.
3.
Bersikap
obyektif dan independen.
4.
Kompeten
Tabel 9.1 Elemen Kode Etik dan Kompetensi Profesional
Kode Etik
|
Kompetensi
Profesional
|
Melindungi kepentingan pelanggan
|
Terjaminnya kelangsungan pelayanan dan aliran informasi sesuai
dengan tuntutan kerja.
Terjaminnya keutuhan dan keamanan informasi pada saat dibutuhan
oleh perusahaan dan pribadi.
Bila terjadi konflik secepat mungkin diindentifikasi dan
dijelaskan pada pihak yang relevan.
Terjaganya kepentingan pelanggan termasuk kerahasiaan dan hak
miliknya.
|
Menghasilkan layanan yang berkualitas
|
Tersedianya layanan yang sesuai dengan kebutuhan operasional
untuk atasan dan keuntungan untuk pelanggan.
Terjaminnya kualitas pelayanan untuk pelanggan dan atasan.
Pekerjaan yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang
berlaku.
Terjaganya proses yang berkualitas ketika mengembangkan
pelayanan.
Diberikannya layanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
dan atasan.
|
Menjamin kualitas pekerjaan
|
Dilakukan peningkatan keterampilan, pengetahuan, dan kualifikasi
kerja.
Difasilitasinya pelayanan kepada setiap orang.
Disediakannya informasi yang berkualitas dan sesuai standar untuk
pelanggan dan atasan.
Tersedianya tempat kerja yang realistis sesuai dengan tahapan
pekerjaan, anggaran biaya, agar mampu menyelesaikan pekerjaan yang
dibebankan.
|
Menjaga hubungan kerja yang harmonis
|
Layanan bagi kolega, pelanggan, dan keryawan dilakukan sesuai
prosedur.
Peningkatan keterampilan profesional dan pengetahuan secara
berkesinambungan.
|
Sumber : dicarikan dari berbagai sumber
Pemahaman terhadap kode etik, terutama dalam suatu institusi,
memerlukan proses sosialisasi kepada setiap orang yang berkepentingan dengan
pelaksanaan kode etik tersebut. Dibutuhkan sebuah sistem komunikasi etika,
yaitu media atau metode tertentu untuk mensosialisasikan kode etik dan
perubahannya, termasuk berbagai isu etika dan cara-cara untuk mengatasinya.
Sistem ini bersifat dua arah, yang dilaksanakan oleh pejabat otoritas etika
bersama dengan pihak-pihak dalam organisasi tersebut. Menurut Weaver, Trevino,
dan Cochran (2003), keberhasilan sistem komunikasi etika tergantung dari: (1)
program pelatihan etika, yaitu program yang dilaksanakan untuk meningkatkan
kesadaran dan membantu keryawan dalam menanggapi masalah-masalah etika, serta
(2) proses penetapan disiplin, yaitu penentuan tindakan dalam hal terjadi
perilaku tidak etis yang dilakukan oleh anggota entitas atau karyawan. Sebagai
ilustrasi, Tabel 9.2 berikut menampilkan contoh Prinsip Etika Profesi Akuntan,
yang disusun dan diberlakukan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Tabel
9.2 Ringkasan Prinsip Etika Profesi Akuntan Indonesia
Prinsip Pertama – Tanggung Jawab
Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilakukannya.
1.
Sebagai
profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepadasemua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menungjukkan komitmen atas profesionalisme.
1.
Satu ciri
utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik.
Profesiakuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik
dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,
pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis, dan keuangan, dan pihak
lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dakam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang
dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan
ekonomi masyarakat dan negara.
2.
Profesi akuntan
dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus
memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan
masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk
membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukukan dengan
tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang
diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
3.
Dalam
memenuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan
yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam
mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh dengan
integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi
kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan
sebaik-baiknya.
4.
Mereka yang
memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi
tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan, profesional,
dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan
jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan
berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang
konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
5.
Semua anggota
mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
6.
Tanggung-jawab
seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual
atau pemberi kerja.
Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan menungkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin.
1.
Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang
diambilnya.
2.
Integritas
mengharuskan seorang anggota antara lain untuk bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,
tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
3.
Integritas
diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan,
standar, panduan khusus, atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan,
anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah
anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan
apakan anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan
anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
4.
Integritas
juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan
kehati-hatian profesional.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
1.
Obyektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan
atau berada dibawah pengaruh pihak lain.
2.
Anggota
bekerja dalam berbagai kepasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik
memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota
yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa
audit internal dan bekerja dalam kapasitas kuangan dan manajemennya di
industri,pendidikan, dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih
orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya
anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
3.
Dalam
menghadapi situasi dan praktuk yang secara spesifik berhubungan dengan aturan
etua sehubungan dengan obyektivitas, perimbangan yang cukup harus diberikan
terhadao faktor-faktor berikut:
a.
Adalakanya
anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima
tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat menggangu
obyektivitasnya.
b.
Adalah tidak praktis
untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi dimana tekanan-tekanan ini
mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam
menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau
kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
c.
Hubungan-hubungan
yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melangga
obyektivitas harus dihindari.
d.
Anggota
memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam
pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
e.
Anggota tidak
boleh menerima atau menawarkan hadian atau entertaiment yang dipercaya dapat
menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional
mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota
harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional
mereka ternoda.
Prinsip Kelima – Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
kehati-hatian kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kea=wajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemmapuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung-jawab profesi kepada pemilik.
1.
Kehati-hatian
profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab progesionalnya
dengan kompetensi dan ketekunan.
2.
Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
3.
Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman
dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa
dengan kemudahan dan kecerdikan.
4.
Anggota harus
tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik.
Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpe persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengunkapkannya.
1.
Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien
atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan
klien atau pemberi kerja berakhir.
2.
Kerahasiaan
harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan
atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
3.
Anggota
mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan
orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip
kerahasiaan.
4.
Kerahasiaan
tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga
mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa
profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut
untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
5.
Anggota yang
mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh
mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat
pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang
lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan
memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
6.
Kepentingan
umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Prinsip Ketujuh – Prilaku
Profesional
Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
1.
Kewajiban
untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendikreditkan profesi harus dipenuhi
oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota lain, staf, pemberi kerja, dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
1.
Standar
teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
|
INTEGRITAS
PROFESIONAL
Seorang profesional disebut berintegritas apabila memiliki
ciri-ciri berikut (Cloud, 2003): pertama, utuh dan tidak terbagi, bermakna
seorang profesional memerlukan kesatuan dan keseimbangan antara pengetahuan,
keterampilan, dan prilaku etis. Utuh juga bermakna adanya keseimbangan antara
kecerdasan fisik, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
spiritual; kedua, menyatu yang menyiratkan bahwa seorang profesional secara
serius dan penuh waktu menekuni profesinya, sekaligus juga menyenagi
pekerjaannya, dan ketiga, kokoh dan konsisten, menyiratkan pribadi yang
berprinsip, percaya diri, tidak mudah goyah, dan tidak mudah terpengaruh oleh
orang lain.
Integritas dalam menjalankan bisnis sangat diperlukan untuk
menjamin bisnis dilaksanakan dengan baik dan bermoral. Seorang akuntan publik
misalnya, dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota Kantor Akuntan Publik
(KAP) harus mempertahankan integritas dan objektivitas, bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan adanya faktor
salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan
pertumbangannya kepada pihak lain. Dengan integritas, seorang profesional harus
menuntut dirinya sendiri untuk mempertahankan nama baiknya serta citra dan
martabat profesinya. Dalam pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia
disebutkan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia
akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas,
ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu
atau kepentingan pribadinya. Dengan adanya kode etik ini, masyarakat akan dapat
menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar
etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.
Adanya integritas juga menjamin kejujuran antara produsen dengan
konsumen sehingga terjalin hubungan yang baik dan saling menguntungkan
antarkeduanya. Ketiadaan integritas dan kejujuran dapat meningkatkan transaction
costs, yaitu biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menjamin suatu transaksi
jual beli yang saling menguntungkan. Semakin rendah integritas, maka semakin
tinggi transactuin costs dalam suatu transaksi bisnis. Dinegara maju,
transactuin costs hadir dalam bentuk biaya yang dikeluarkan untuk negosiasi,
biaya pengacara dan pengadilan, biaya pengawasan, dan lainnya. Philip Evans dan
Bob Wolf memperkirakan transaction costs yang harus dikeluarkan AS untuk
transaksi tunai mencapai separuh dari GPD non-pemerintah selama tahun 2000
(Harvard Business Review, Juli-Agustus 2005).
Strategi Etika 9.2 : Layanan
Escrow Untuk Menekan Transactions Costs di Cina
|
Para
pengusaha di Cina yang terlibat dalam online auction mengembangkan layanan
escrow seperti EachNet. Layanan ini membantu penjual untuk menyimpan
pembayaran mereka sampai barangnya tiba. Pada saat yang sama, mereka juga
membantu pembeli dengan memastikan penjual sudah melakukan pembayaran. Tanpa
adanya perangkat hukum yang memadai, layanan escrow ini berfungsi sebagai
alat untuk menjamin kejujuran kedua belah pihak. Melalui mekanisme yang
menjadmin kejujuran seperti ini, transaksi ekonomi di Cina terus bertambah
besar (pada tahun 2005, total transaksi online auction di Cina mencapai US$30
juta, atau 2 kali lipat dari tahun 2004). Keberhasilan EachNet mengundang
eBay untuk membeli layanan tersebut pada tahun 2003 senilai US$ 180 juta.
Sumber : http//www.eachnet.com
|
OBYEKTIVITAS
DAN INDEPENDENSI
Seorang pengampu profesi dalam memberikan layanan kepada orang lain
perlu memiliki sikap obyektif dan independen. Profesional disebut obyektif jika
tindakan yang dilakukan sesuai tujuan, sesuai sasaran, tidak berat sebelah, dan
selalu didasarkan kepada fakta atau bukti yang mendukung, sedangkan independen
mengacu kepada sikap tidak memihak serta tidak di bawah pengaruh atau tekanan
pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan tindakan.
Independensi kaum profesional dapat dinilai dari dua sisi, yaitu
independence in fact, seseorang yang secara mental dinilai independen, dan
independece in appearance, seseorang yang diragukan independensinya berdasarkan
penilaian orang lain (dilihat dari sudut pandang hubungan secara fisik),
meskipun ada kemungkinan secara mental orang tersebut tetap independen. Sebagai
contoh, untuk profesi auditor telah diatur dalam pasal 1 ayat (2) Kode Etik
Akuntan Indonesia (Tabel 9.2 diatas) bahwa setiap anggota harus mempertahankan
integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan
integritas, ia akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretensi. Dengan
mempertahankan obyektivitas, ia akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan
atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. Adanya kode etik
ini akan membantu masyarakat untuk menilai sejauh mana seorang auditor telah
bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan.
Referensi:
Sigit P, Tri Hendro. 2012. Etika Bisnis Modern. Edisi Pertama.
Cetakan Pertama. Yogyakarta : UPP STIM YKPN
Bahrul Rozak Developer adalah sebuah blog yang berisi berbagai macam tutorial pemrograman
BalasHapuskhususnya web development yang disajikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
Semoga bermanfaat dan terima kasih
Lebih Lanjut? klik disini