Definisi
Good Corporate Governance (GCG)
Definisi Corporate Governance (CG) pertama kali
diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang
dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager dkk.,
2003). Corporate Governance adalah “refers to a group of
people getting together as one united body with the task and responsibility to
direct, control and role with authority. On a collective effort this body
empowered to regulate, determine, restrain, urban exercise the authority given
it” (Josep, 2002).
Pemahaman Good Corporate Governance (GCG) tidak bisa
dikesampingkan dari shareholding theory. Shareholding theory
mengatakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimumkan
kesejahteraan pemilik/pemegang saham sebagai akibat dari investasi yang
dilakukannya.
Adapun definisi Good Corporate Governance dari Cadbury
Committeee yang berdasar pada teori stakeholder adalah sebagai berikut:
“A set of rule that define the relationship between
shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and
external stakeholders in respect to their rights and responsibilities”.
(seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang
saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka).
Atas pendapat di
atas kita dapat menarik satu pengertian dari Good Corporate Governance
(GCG). Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu bentuk keputusan
dengan memposisikan perusahaan secara jauh lebih tertata dan terstruktur,
dengan mekanisme pekerjaan yang bersifat mematuhi aturan-aturan bisnis yang
telah digariskan serta siap menerima sangsi jika aturan-aturan tersebut
dilanggar.
Good
Corporate Governance (GCG) dan
Manajemen Perusahaan
Corporate
Governance adalah suatu konsep yang memiliki idealisme untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pemegang saham. Para pemegang saham menginginkan keuntungan yang
maksimal dalam setiap investasi yang dilakukan. Namun dalam berbagai kasus yang
terjadi kadangkala pihak manajemen perusahaan sering tidak mampu memenuhi
keinginan yang ditargetkan oleh para pemegang saham secara baik.
Pada gambar dapat
kita lihat bahwa komisaris memiliki kedudukan tertinggi di suatu organisasi,
atau dengan kata lain komisaris perusahaan adalah pemilik perusahaan. Dan
direktur utama serta para direktur di bawahnya adalah manajemen perusahaan
yaitu mereka yang menjalankan perusahaan artinya para manajemen perusahaan
bekerja untuk memberikan keuntungan yang maksimal kepada para komisaris atau
para pemegang saham.
Dan lebih jauh
komisaris perusahaan memiliki hak untuk memecat atau menggantikan direksi dan
beberapa posisi penting lainnya di perusahaan tersebut, dengan catatan jika
pihak direksi tidak mampu melaksanakan kinerja sesuai dengan rencana-rencana
yang ditetapkan oleh pihak komisaris perusahaan. Kondisi seperti ini sering
menimbulkan konflik, yaitu konflik antara manajemen dan komisaris.
Salah satu konflik
yang memungkinkan untuk terjadi adalah jika komisaris perusahaan menginginkan
agar pihak manajemen melaksanakan suatu project dimana pihak manajemen
perusahaan menganggap bahwa rencana project tersebut adalah tidak
realistis dengan kondisi dan situasi internal perusahaan. Karena pada
prinsipnya yang paling mengetahui kondisi internal suatu perusahaan adalah
pihak manajemen mulai dari kondisi personalia, keuangan, pemasaran, dan produksi
serta berbagai faktor eksternal lainnya. Konflik antara komisaris dan pihak
manajemen dikenal dengan agency theory.
Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance (GCG)
Pada saat ini
salah satu aturan yang terjelaskan secara tegas bahwa suatu perusahaan yang
ingin atau berkeinginan untuk go public adalah perusahaan tersebut harus
memiliki konsep serta mengaplikasikan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance (GCG). Penegasan ini menjadi jelas pada saat melihat bagaimana
beberapa perusahaan sebelumnya yang dianggap bermasalah di pasar modal (capital
market) karena kinerja perusahaan rendah atau bermasalah. Dan salah satu
faktor penyebab rendahnya kinerja tersebut disebabkan tidak diterapkannya
prinsip-prinsip GCG secara tegas.
Ada beberapa
alasan yang mengharuskan perusahaan-perusahaan menerima konsep Good
Corporate Governance (GCG) untuk diterapkan, yaitu:
Pedoman
umum Good Corporate Governance Indonesia untuk selanjutnya disebut Pedoman GCG
merupakan aturan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka:
1. Mendorong
tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada
asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran
dan kesetaraan.
2. Mendorong
pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan
Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Mendorong
pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Mendorong
timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat
dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5.
Mengoptimalkan
nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku
kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan
daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Tabel 1.3: Skor Peringkat Good Governance di Asia
Negara
|
Skor
|
Singapura
|
2,00
|
Hongkong
|
3,59
|
Jepang
|
4,00
|
Philipina
|
5,00
|
Taiwan
|
6,10
|
Malaysia
|
6,20
|
Thailand
|
6,67
|
Cina
|
8,22
|
Indonesia
|
8,29
|
Korea Selatan
|
8,83
|
Vietnam
|
8,89
|
Keterangan: Makin Tinggi Skor, makin buruk Good Governance
Sumber: Media Akuntansi, No.
17/TH.VII/April-Mei 2001.
Good Corporate Governance
dalam Konteks Bisnis Masa Depan
Keinginan mereka
menerapkan GCG adalah bentuk dari usaha mereka menghargai tata konsep bisnis
modern. Karena bisnis tidak lagi bisa dijalankan secara konvensional seperti
dahulu, yaitu pemilik memiliki kekuasaan yang begitu tinggi dan dengan mudah memerintah
serta memecat setiap agent yang dianggap tidak bisa bekerja dengan baik. Sifat arogansi
ini secara nilai-nilai etika bisnis menjadi salah, karena keputusan yang arogan
dianggap tidak mengedepankan etika bisnis namun lebih mengedepankan keinginan
untuk meraih keuntungan semata atau profit. Padahal profit dalam bisnis bukan
satu-satunya tujuan, ada tujuan lain yaitu keinginan untuk memberikan karya
bagi pembangunan bangsa.
Permasalahan yang Timbul dalam Penerapan Good Corporate
Governance (GCG)
Ada beberapa permasalahan umum yang dihadapi dalam penerapan Good
Corporate Governance (GCG), yaitu:
1. Pemahaman
tentang konsep Good Corporate Governance (GCG) pada beberapa manajer di
Indonesia masih kurang.
2. Sebagian
pihak menganggap konsep Good Corporate Governance (GCG) dianggap sebagai
penghambat berbagai keputusan perusahaan, karena perusahaan tidak lagi bisa
leluasa dalam mengambil keputusan khususnya harus patuh pada aturan GCG.
3. Aparat
penegak hukum harus dibekali konsep pemahaman Good Corporate Governance
(GCG) secara luas termasuk adanya jurnal dan buku teks yang menjelaskan secara
khusus tentang GCG dalam konteks prespektif Indonesia.
4. Menurut
Herwidayatmo (2000), praktik-praktik di Indonesia yang bertentangan dengan
konsep GCG dapat dikelompokkan menjadi:
a.Adanya
konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu yang memungkinkan terjadinya
hubungan afiliasi antara pemilik, pengawas, dan direktur perusahaan,
b. Tidak
efektifnya dewan komisaris, dan,
c. Lemahnya
law enforcement.
Referensi:
Sigit P, Tri Hendro. 2012. Etika Bisnis Modern. Edisi Pertama.
Cetakan Pertama. Yogyakarta : UPP STIM YKPN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar