Definisi
Etika
Etika berasal dari kata yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya
(ta etha) berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Perpanjangan dari adat
membangun suatu aturan kuat di masyarakat, yaitu bagaimana setiap tindak dan
tanduk mengikuti aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah
membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku.
Menurut Sigit (2012: 13), etika merupakan pernyataan benar atau
salah yang menentukan perilaku seseorang tergolong bermoral atau tidak
bermoral, baik atau buruk. Pernyataan etika ini kemudian dituangkan dalam
bentuk prinsip-prinsip etika yang secara normatif dipergunakan untuk membimbing
tindakan seseorang menjadi perilaku yang bermoral. Perbuatan yang tidak
menyenangkan seperti berbohong, mencuri, mengancam, atau merusak milik orang
lain dari sisi etika tergolong perbuatan yang tidak etis dan tidak bermoral,
sedangkan kejujuran, menepati janji, saling membantu sesama, dan menghormati
hak dan kewajiban orang lain merupakan perbuatan yang secara etis dan moral
sangat diharapkan untuk dilakukan oleh manusia.
Definisi
Auditing
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk
menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria –
kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan
independen.
Definisi
Etika dalam Auditing
Etika dalam Auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur
mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi yang dimaksud dengan kriteria – kriteria yang dimaksud yang dilakukan
oleh seorang yang kompeten dan independen.
Kepercayaan
Publik
Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur
mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan
oleh seorang yang kompeten dan independen.
Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat,
sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Prinsip-prinsip
aturan perilaku profesional mengandung 7 cakupan umum :
1.
Suatu
pernyataan dari maksud prinsip-prinsip tersebut. Banyak dari kode etik AICPA
yang dapat dilanggar tanpa harus melanggar hukum/peraturan. Alasan utama dari
kode etik ini adalah menyemangati anggotanya untuk melatih disiplin diri di
dalam/di luar hukum/peraturan.
2.
Tanggung
jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional CPA harus
menggunakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua
aktifitasnya. Sebagaimana disebutkan dalam bab I, CPA/akuntan publik
melaksanakan suatu peran penting di masyarakat. Mereka bertanggung jawab,
bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan,
memelihara kepercayaan publik, dan melaksanakan tanggung jawab profesi bagi
sendiri.
3. Kepentingan
publik. CPA wajib memberikan pelayanannya bagi kepentingan publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen serta profesionalisme. Salah satu
tanda yang membedakan profesi adalah penerimaan tanggung jawabnya kepada
publik. CPA diandalkan oleh banyak unsur masyarakat, termasuk klien, kreditor,
pemerintah, pegawai, investor, dan komunitas bisnis serta keuangan. Kelompok
ini mengandalkan obyektifitas dan integritas CPA untuk memelihara fungsi
perdagangan yang tertib.
4. Integritas.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan
semua tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan
karakteristik lainnya dari suatu profesi adalah pengakuan anggotanya akan
kebutuhan memiliki integritas. Integritas menurut CPA bertindak jujur dan terus
terang meskipun dihambat kerahasiaan klien. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Integritas dapat
mengakomodasi kesalahan akibat kurang berhati-hati dan perbedaan pendapat yang
jujur, akan tetapi, integritas tidak dapat mengakomodasi kecurangan/pelanggaran
prinsip.
5. Obyektifitas
dan independensi. Seorang CPA harus mempertahankan obyektifitas dan bebas dari
konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA
dalam praktek publik harus independent dalam kenyataan dan dalam penampilan
ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektifitas
menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas
dari konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang
bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.
6. Kemahiran.
Seorang CPA harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang
meningkatkan kompetensi mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab
profesional dengan sebaik- baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA
untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya. CPA akan memperoleh
kompetensi melalui pendidikan dan pengalaman dimulai dengan menguasai ilmu yang
disyaratkan bagi seorang CPA. Kompetensi juga menuntut CPA untuk terus belajar
di sepanjang karirnya.
7. Lingkup
dan sifat jasa. Seorang CPA yang berpraktik publik harus mempelajari prinsip
kode etik perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang
akan diberikan. Dalam menentukan apakah dia akan melaksanakan atau tidak suatu
jasa, anggota AICPA yang berpraktik publik harus mempertimbangkan apakah jasa
seperti itu konsisten dengan setiap prinsip perilaku profesional CPA.n kesan
masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
Tanggung
Jawab Auditor kepada Publik
Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat,
sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki
tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki
tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik adalah kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan
mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya
serta sesuai dengan kode etik professional AKDA.
Ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk
dipertanggungjawabkan oleh auditor kepada publik, antara lain:
1.
Auditor
harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif
2.
Auditor
harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya
3. Auditor
harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab
mereka kepada publik.
Tanggung
Jawab Dasar Auditor
The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari
Auditing Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung
jawab auditor:
1. Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan
mencatat pekerjannya.
2. Sistem
Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan
pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan.
3. Bukti
Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk
memberikan kesimpulan rasional.
4. Pengendalian
Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian
internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan
compliance test.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan
tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan
kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk
memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Independensi
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi dan Puradireja,
2002: 26). Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam menyatakan hasil pendapatnya. Sikap mental independen
sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktek akuntansi dan prosedur
audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Dalam SPAP (IAI, 2001: 220.1)
auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena
ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia
berpraktik sebagai auditor intern). Carey dalam Mautz (1961:205) mendefinisikan
independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya dengan
pendapat akuntan atas laporan keuangan.
Independensi
meliputi:
1. Kepercayaan
terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini
merupakan bagian integritas profesional.
2. Merupakan
istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan pendapat
akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada
orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Terdapat
tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut:
1. Independence
in fact (independensi dalam fakta). Artinya auditor harus mempunyai kejujuran
yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
2. Independence
in appearance (independensi dalam penampilan). Artinya pandangan pihak lain
terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
3. Independence
in competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensi dari sudut
pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan
masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting untuk menilai mutu jasa audit.
Independensi
akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu :
1. Independensi
sikap mental, berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan
fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan
pendapatnya.
2. Independensi
penampilan, berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak
independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan
berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik
(Mautz, 1961:204-205).
Selain
independensi sikap mental dan independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa
independensi akuntan publik juga meliputi :
1. Independensi
praktisi (practitioner independence). Independensi praktisi berhubungan dengan
kemampuan praktisi secara individual untuk mempertahankan sikap yang wajar atau
tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan
penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi,
yaitu independensi penyusunan progran, independensi investigatif, dan
independensi pelaporan.
2. Independensi
profesi (Profession independene). Independensi profesi berhubungan dengan kesan
masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
Standar
Auditing
I.
Standar Umum
a. Audit
harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Dalam melaksanakan audit sampai
pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai
seorang ahli dalam bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dari
pendidikan formal ditambah dengan pengalaman-pengalaman dalam praktik audit dan
menjalani pelatihan teknis yang cukup. Asisten junioryang baru masuk dalam
karir auditing harus memperoleh pengalaman profesionalnya denganmendapatkan
supervisi yang memadai dan review atas pekerjaannya dari atasannya yang lebih
berpengalaman. Pelatihan yang dimaksudkan di sini mencakup pula pelatihan
kesadaran untuk secara langsung terus menerus mengikuti perkembangan yang
terjadi dalam bidang bisnis dan ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan
standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
b. Dalam
Semua Hal yang Berhubungan dengan Perikatan, Independensi dan Sikap Mental
Harus dipertahankan Oleh Auditor. Standar ini mengharuskan seorang auditor
bersikap independen, yanga artinya seorang auditor tidak mudah dipengaruhi
karena pekerjaannya untuk kepentingan umum.Kepercayaan masyarakat umum atas
independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi
akuntan publik. Untuk menjadi independen, seorang auditor harus secara
intelektual jujur.
c. Dalam
Pelaksanaan Audit dan Penyusunan Laporannya Auditor Wajib Menggunakan Kemahiran
Profesionalnya dengan Cermat dan Seksama. Pengguanaan kemahiran profesional
dengan cermat dan seksama menekankan tanggungjawab setiap profesional yang
bekerja dalam organisasi auditor.
II.
Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan
harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
dengan semestinya.
b. Pemahaman
memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat,saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti
audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan dan
permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
III.
Standar Pelaporan
a. Laporan
auditor harus menyataklan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di indonesia.
b. Laporan
auditor harus menunjukkan, jika ada ketidakonsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
dengan penerpan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan
informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam laporan auditor.
d. Laporan
auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya hrus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor.
Referensi
:
Fahmi, Irham. 2014. ETIKA BISNIS Teori, Kasus, dan Solusi.
Cetakan Kedua. Bandung: ALFABETA.
Sigit P, Tri Hendro. 2012. Etika Bisnis Modern. Edisi Pertama.
Cetakan Pertama. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Pamungky, Miftayati Rita, Chorida Rahma dan Bunga Pertiwi. 2016. “ETIKA
DALAM AUDITING”. Magelang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar